Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-80! 80 tahun kemerdekaan bukan hanya momen untuk merayakan perjuangan yang telah mengantarkan bangsa ini hingga ke titik sekarang, tetapi juga waktu yang tepat untuk merenungkan bagaimana kita dapat terus berkontribusi pada pembangunan negara. 

Salah satu pilar penting dalam pembangunan Indonesia adalah pajak, yang telah berperan besar dalam mendanai berbagai sektor vital negara ini. Dalam artikel ini, kita akan melihat bagaimana pajak telah membantu membangun Indonesia selama ini dan bagaimana peranannya akan semakin penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa di masa depan.

Sejarah Singkat Perkembangan Pajak di Indonesia

Sejarah perpajakan di Indonesia mencerminkan perjalanan panjang dalam membangun sistem ekonomi dan pemerintahan yang kuat. Dari masa pra-kemerdekaan hingga era modern, pajak telah menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan negara.

  1. Masa Pra-Kemerdekaan
    Pada masa penjajahan, sistem perpajakan yang diterapkan oleh Belanda bertujuan untuk membiayai kepentingan kolonial dan infrastruktur pemerintahan.
  2. Era Kemerdekaan
    Setelah kemerdekaan pada 1945, Indonesia mulai membangun sistem perpajakan sendiri. Pada 1950, dikeluarkan Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1950 sebagai dasar Pajak Penjualan, yang menjadi awal dari sistem perpajakan yang lebih terstruktur. Di samping itu, Pasal 23A UUD 1945 mengatur bahwa pajak dan pungutan bersifat memaksa untuk keperluan negara dan harus diatur dengan undang-undang.
  3. Era Pembangunan Ekonomi
    Di tahun 1960-an dan 1970-an, pemerintah fokus pada peningkatan penerimaan pajak untuk mendukung program pembangunan nasional, dengan melakukan berbagai reformasi perpajakan.
  4. Era Reformasi
    Pasca krisis ekonomi 1990-an, Indonesia melakukan reformasi pajak untuk meningkatkan transparansi, keadilan, dan efisiensi, termasuk penyederhanaan prosedur dan pemberantasan praktik ilegal.
  5. Perkembangan Modern
    Saat ini, sistem perpajakan Indonesia terus berkembang, seiring perubahan ekonomi global dan teknologi, dengan pemerintah terus memperbaiki kebijakan untuk meningkatkan penerimaan dan efisiensi. Beberapa undang-undang penting yang mengatur perpajakan modern antara lain Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai.

Sejarah perpajakan Indonesia menggambarkan transformasi yang mendalam dalam membangun sistem yang adil, efisien, dan berkelanjutan, yang menjadi fondasi bagi kemajuan negara.

Peran Pajak dalam Membangun Indonesia Selama Ini

Pajak memiliki peran yang sangat vital dalam pembangunan Indonesia, karena menjadi sumber utama pendapatan negara. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, total pendapatan negara tercatat sebesar Rp2.637 triliun, dengan sekitar 80,32% berasal dari penerimaan pajak. Penerimaan pajak ini memainkan peran utama dalam mendukung stabilitas fiskal dan menggerakkan perekonomian Indonesia.

Dilansir dari laporan GoodStats (25/10/24), dalam rincian lebih lanjut, Pajak Penghasilan (PPh) menjadi penyumbang terbesar, menyumbang hampir setengah dari total penerimaan negara, yaitu sekitar Rp1.041 triliun (49,13%). 

Selanjutnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) berkontribusi sebesar 35,04% atau sekitar Rp742 triliun. Sementara itu, cukai, yang terutama berasal dari produk tembakau dan minuman beralkohol, menyumbang 10,73% atau sekitar Rp227 triliun.

Angka-angka tersebut menunjukkan betapa pentingnya pajak dalam membiayai berbagai program pembangunan, mulai dari infrastruktur hingga sektor-sektor penting lainnya. Pemerintah juga terus melakukan reformasi perpajakan untuk memperluas basis pajak, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dan memperbaiki administrasi perpajakan. 

Melalui kebijakan insentif yang tepat, pajak diharapkan dapat mendorong sektor-sektor strategis, sehingga mampu memenuhi kebutuhan anggaran negara dan memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia.

Peran Pendapatan Pajak di Kuartal I Tahun 2025

Berdasarkan Laporan APBN 2025, lebih dari 82,1% dari pendapatan negara berasal dari perpajakan, yang mencakup pajak, bea, dan cukai. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya sebesar 77,5%. 

Dana yang terkumpul dari pajak ini digunakan untuk mendanai sektor-sektor penting seperti pendidikan (Rp612,2 triliun), kesehatan (Rp178,7 triliun), dan perlindungan sosial (Rp476 triliun). Tanpa pajak, berbagai alokasi ini tentu tidak bisa terealisasi.

Namun, meski penerimaan perpajakan sudah mencapai Rp1.420 triliun hingga semester I 2025, masih ada potensi besar yang belum tergali. Riset menunjukkan bahwa tax gap Indonesia mencapai 6-9% dari PDB (Produk Domestik Bruto), yang berarti sekitar Rp1.300 triliun potensi pajak hilang setiap tahunnya akibat ketidakpatuhan dan sektor informal yang belum tersentuh. 

Jika dibiarkan, potensi kehilangan ini dapat menyebabkan defisit fiskal yang lebih besar, yang pada gilirannya bisa memperburuk ketimpangan sosial, memperlambat pembangunan infrastruktur, dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Setiap rupiah pajak yang dibayarkan memiliki dampak nyata, meskipun hasilnya mungkin tidak selalu langsung terlihat. Pajak mendanai berbagai program penting seperti subsidi listrik untuk 79 juta rumah tangga, bantuan operasional sekolah (BOS) untuk jutaan siswa, program Kartu Prakerja, serta akses kesehatan melalui BPJS. Ini adalah contoh konkret bagaimana pajak menjadi bagian dari gotong royong untuk membangun Indonesia.

Peran Pajak Dalam Pembangunan Indonesia Dimasa Mendatang

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, dalam perayaan Hari Pajak 2025 pada 14 Juli silam mengingatkan bahwa pajak memiliki akar sejarah panjang, dimulai sejak 14 Juli 1945 ketika kata “pajak” pertama kali dicantumkan dalam UUD 1945 oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Sejak saat itu, sistem perpajakan terus berevolusi melalui berbagai reformasi demi menciptakan sistem yang adil, transparan, dan modern.

Mengusung tema “Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh”, Bimo menekankan bahwa pajak bukan sekadar alat penghimpun penerimaan negara, melainkan wujud gotong royong bangsa dalam membiayai kesejahteraan bersama. 

Ia menegaskan komitmen DJP untuk melanjutkan reformasi yang telah berjalan empat dekade, termasuk pembangunan Coretax System sebagai inti administrasi modern. Reformasi ini diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus memperkuat kepercayaan publik.

Dengan target penerimaan 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun, naik 13,3% dari tahun sebelumnya, Bimo menegaskan bahwa penerimaan pajak adalah amanah rakyat yang harus dikelola dengan integritas tinggi. 

Melalui kolaborasi lintas sektor bersama Polri, Kejaksaan, KPK, dan berbagai instansi, DJP juga memperkuat sistem anti-korupsi dan meluncurkan Taxpayers’ Charter sebagai simbol kemitraan yang adil antara negara dan Wajib Pajak.

Bimo menutup pesannya dengan ajakan kolektif untuk konsisten membangun sistem perpajakan yang efektif dan berintegritas, demi tercapainya target tax ratio 11%. Ia menekankan bahwa keberhasilan pajak adalah hasil kerja bersama seluruh elemen bangsa, dan menjadi fondasi kokoh bagi masa depan pembangunan Indonesia.

Referensi: