Dilansir dari CNBC Indonesia (15/8/25), pemerintah bersama DPR RI telah menyepakati arah kebijakan fiskal dan postur sementara RAPBN 2026. Presiden Prabowo Subianto juga telah menyampaikan keterangan resmi mengenai rencana pendapatan, belanja, dan defisit anggaran dalam Sidang Tahunan MPR/DPR RI.

Dari berbagai pembahasan, terlihat jelas bahwa pajak akan kembali menjadi tulang punggung utama pembiayaan negara, dengan kontribusi lebih dari 80% terhadap total pendapatan. Bagi wajib pajak, hal ini bukan sekadar angka, tetapi wujud nyata gotong royong untuk membiayai pembangunan dan layanan publik.

Pendapatan Negara Naik, Pajak Jadi Andalan

Pada 2026, pendapatan negara diproyeksikan mencapai Rp3.147,7 triliun, naik 9,8% dari outlook 2025. Dari jumlah tersebut, Rp2.692 triliun akan ditopang oleh penerimaan perpajakan, baik dari sektor pajak langsung maupun kepabeanan dan cukai.

Target penerimaan pajak sendiri tumbuh hingga 13,5%, jauh lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dekade terakhir yang hanya 7,76%. Artinya, pemerintah sangat mengandalkan optimalisasi penerimaan pajak untuk menopang belanja negara.

Fokus Belanja pada Program Prioritas

Mengutip laporan CNBC Indonesia, belanja negara direncanakan sebesar Rp3.786,5 triliun, atau naik 7,3% dari tahun sebelumnya. Belanja negara pada RAPBN 2026 terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp3.136,5 triliun dan Transfer ke Daerah senilai Rp650 triliun. 

Belanja pusat difokuskan pada sejumlah program prioritas, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, serta subsidi energi. 

Sementara itu, alokasi transfer ke daerah justru mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, dengan nilai Rp650 triliun atau turun Rp269 triliun dari APBN 2025. Angka ini sekaligus menjadi yang terendah sejak 2015.

Dari sisi pendapatan, pemerintah menargetkan penerimaan negara sebesar Rp3.147,7 triliun yang sebagian besar ditopang oleh penerimaan perpajakan Rp2.692 triliun. Angka ini terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun serta kepabeanan dan cukai senilai Rp343,3 triliun. 

Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diproyeksikan mencapai Rp455 triliun.

Pajak Kembali ke Masyarakat dalam Bentuk Layanan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa mulai 2026, seluruh masyarakat Indonesia akan merasakan manfaat nyata dari pajak yang mereka bayarkan. Pasalnya, lebih dari 82% APBN yang bersumber dari penerimaan pajak akan dikembalikan kepada rakyat melalui belanja kementerian/lembaga (K/L) serta transfer ke daerah (TKD).

Menurut Sri Mulyani, alokasi APBN per kapita berbeda di setiap wilayah, disesuaikan dengan potensi, tantangan, serta kondisi daerah.

  • Sumatera: Rp5,6 juta per penduduk
  • Kalimantan: Rp8,5 juta
  • Sulawesi: Rp7,3 juta
  • Maluku & Papua: Rp12,5 juta
  • Bali–Nusa Tenggara: Rp6,4 juta
  • Jawa: Rp5,1 juta

“Daerah dengan penduduk lebih sedikit namun masih tertinggal akan memperoleh alokasi per kapita lebih besar. Inilah fungsi pajak sebagai instrumen redistribusi dan pemerataan,” jelasnya dalam rapat kerja bersama DPD, Bappenas, dan Bank Indonesia, Selasa (2/9/2025).

Dana pajak tersebut akan difokuskan pada sejumlah program prioritas nasional, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, dan Cipta Kerja Generasi (CKG) yang bertujuan meningkatkan kualitas SDM sekaligus memperluas perlindungan sosial.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menegaskan, APBN adalah bentuk gotong royong seluruh rakyat melalui pajak. Setiap rupiah pajak yang masuk ke kas negara tidak akan berhenti di sana, melainkan kembali ke masyarakat dalam wujud layanan publik, pembangunan, serta program kesejahteraan di seluruh Indonesia.

Apa Maknanya untuk Wajib Pajak?

Bagi dunia usaha maupun individu, arah kebijakan ini menegaskan bahwa kepatuhan pajak menjadi kunci utama untuk menjaga kesinambungan pembangunan. Target penerimaan pajak yang ambisius juga berarti akan ada optimalisasi pengawasan, penegakan aturan, serta upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.

Di sisi lain, transparansi pemerintah dalam menunjukkan manfaat pajak memberikan trust building yang penting: bahwa setiap rupiah pajak yang dibayarkan benar-benar kembali ke masyarakat.

Lebih lanjut, momentum ini menunjukkan pentingnya:

  • Pemahaman yang lebih baik bagi wajib pajak terhadap arah dan kebijakan fiskal terbaru.
  • Penerapan strategi kepatuhan yang lebih tepat dan efisien di tengah target penerimaan pajak yang meningkat.
  • Pemanfaatan insentif serta fasilitas perpajakan secara optimal agar selaras dengan kebijakan pemerintah.

Secara keseluruhan, RAPBN 2026 mempertegas peran vital pajak dalam pembangunan nasional. Bagi wajib pajak, ini bukan sekadar kewajiban, melainkan juga investasi bersama untuk masa depan Indonesia yang lebih merata dan sejahtera.

Referensi: